Galih Priatmojo
Pelatih Manchester United, Jose Mourinho (AFP)

Bolatimes.com - Cerita tentang keganasan Manchester United kini tinggalah kenangan atau hikayat. Sejak Sir Alex Ferguson memutuskan pensiun lima tahun lalu, Setan Merah tak lagi bertaji.

Kekalahan telak 0-3 saat menjamu Tottenham Hotspur di Old Traffod di pekan ketiga Liga Primer adalah bukti hilangnya keganasan mereka.

Padahal, di masa lalu saat Manchester United dilatih Fergie, tim ini sangatlah sulit dikalahkan. Apalagi jika sedang bermain di depan pendukung mereka sendiri.

Baca Juga:
Ini Reaksi Netizen Seusai Mohamed Salah Abaikan Ramos

Setan Merah memang sempat mendominasi Liga Inggris di bawah arahan Fergie pada 1993 hingga 2000an. Raihan 13 trofi adalah bukti betapa United merajai kompetisi negeri Ratu Elizabeth tersebut. Bahkan, sampai saat ini klub yang bermarkas di Kota Manchester itu menjadi pemegang trofi terbanyak yakni berjumlah 20 trofi, di atas Liverpool yang sudah mengemas 18 trofi.

Tidak saja di kancah domestik, Setan Merah juga menjadi kekuatan yang menakutkan di Eropa. Bersama-sama dengan Fergie, Manchester United meraih 2 trofi si kuping besar.

Fergie mengawali dominasi Setan Merah dengan Class of 92, sebutan untuk enam pemain lulusan akademi United, yakni Paul Scholes, Nicky Butt, Ryan Giggs, Gary dan Phil Neville serta David Beckham yang memulai karier seniornya sejak 1992.

Baca Juga:
Tak Terima Modric Jadi Pemain Terbaik, Ini Reaksi Kakak Ronaldo

Bersama Class of 92 ditambah dengan nama-nama top lainnya, seperti Andy Cole, Yorke, Soljaer, Roy Keane, Peter Schmeichel hingga Jaap Stam, Setan Merah mengalami masa-masa emas hingga awal tahun 2000an.

Manchester United saat menjuarai Liga Primer Inggris musim 2000/2001

Puncak kejayaan Class of 92 ketika Setan Merah mampu meraih trebel dengan menjuarai Liga Inggris, Piala FA dan Liga Champions pada 1999.

Pada tahun 2000an awal United bersama Fergie masih menjadi tim yang menakutkan, terutama di kancah domestik, sekalipun para pemain yang sukses menghantar United meraih treble satu persatu hilang. Dari mulai Beckham yang pindah ke Real Madrid dan Roy Kaene yang pensiun.

Baca Juga:
Red Star Belgrade, Raksasa Purba yang Kembali ke Liga Champions

Meski begitu, United seolah tidak pernah pusing ketika para pemain mereka pergi. Pemain-pemain jempolan lain selalu berhasil didatangkan Fergie seperti Rud Van Nistelrooy, Michael Carrick dan pemain jempolan lainnya.

Masuknya Chelsea dengan pemilik barunya taipan asal Rusia, Roman Abramovich pada awal 2003 tidak lantas membuat pamor United tenggelam sebagai tim yang menyeramkan. Manchester United masih rutin merengkuh titel juara di kompetisi domestik, dengan Chelsea sebagai rival ketat mereka disusul Arsenal dan Liverpool.

Sukses United dengan Class of 92 kemudian berlanjut dengan era baru. Kali ini, Cristiano Ronaldo bersama Wayne Rooney Cs menjadi aktornya. Bersama tim yang bermaterikan dua pemain itu, United meraih sejumlah gelar domestik hingga menjuarai Liga Champions.

Baca Juga:
Raih Predikat Pemain Terbaik Eropa, Modric Kini Sejajar Ronaldo

Tahun 2009, Ronaldo memutuskan berlabuh ke Real Madrid. Kepergian Ronaldo jelas sebuah kehilangan tersendiri bagi Setan Merah. Tapi, tanpa Ronaldo, Setan Merah masih punya taji. 2011, United berhasil melangkah ke partai puncak Liga Champions, sekalipun harus mengakui kehebatan Barcelona.

Hadirnya Manchester City sebagai kekuatan baru, tak serta merta membuat kegarangan Unitednya Fergie hilang.

Tapi, sejak Fergie memutuskan pergi pada 2013, Setan Merah seolah tinggal hikayat.

Tidak ada lagi, cerita dominasi mereka di kancah domestik. Di Eropa keberadaan mereka juga tak lagi diperhitungkan. Meskipun, pada 2017 mereka berhasil menjuarai Liga Europa bersama Mourinho.

Lima tahun Fergie pergi, United sudah berganti tangan dari David Moyes yang gagal total, Ryan Giggs sebagai carateker, Louis Van Gaal hingga Mourinho. Pelatih-pelatih itu faktanya tak mampu membawa Setan Merah keluar dari krisis.

Padahal sejak Fergie pensiun, tak terhitung uang yang dikeluarkan United untuk mendatangkan pemain-pemain berkelas. Bahkan, mereka sampai memecahkan rekor transfer pemain termahal saat harus mendatangkan Paul Pogba dari Juventus.

Warisan skuat Fergie yang usang

Problem utama Setan Merah usai Fergie pensiun sebenarnya adalah skuat. Pelatih asal Skotlandia itu mewarisi skuat yang usang saat meninggalkan klub.

Para pemain seperti Wayne Rooney, Carrick, Van Persie, Evra, Ferdinand sudah tidak lagi dalam puncak performa. Apalagi Giggs dan Scholes yang sudah dimakan usia.

Sedangkan pemain lain, seperti Anderson, Rafael, Fletcher bukanlah pemain kelas satu.

Dengan warisan pemain semacam itu, butuh perombakan besar-besaran yang harus dilakukan oleh penerus Fergie. Moyes, yang saat itu bisa mengawal transisi United justru gagal total.

Sementara kedatangan Louis Van Gaal tidak banyak memberikan dampak siginfikan bagi United. Sampai pada akhirnya Mourinho datang.

Kehadirannya yang diharapkan mampu mengangkat performa Setan Merah, tapi sampai saat ini nyatanya United tak kunjung membaik. Meskipun di awal-awal kedatangnya sempat memberi angin segar.

Tuah Fergie

Kesuksesan Setan Merah bukan semata-mata karena tangan dingin Fergie dalam meracik taktik. Tapi, ada hal-hal lain di luar urusan taktik yang membuat United menjadi tim mengesankan di tangan Fergie.

Salah satu yang terkenal adalah kemampuan Fergie dalam memotivasi para pemainnya. Cara ia memotivasi pemain inilah yang membuat Setan Merah bisa tampil luar biasa.

Kekuatan motivasi Fergie terbukti pada final Liga Champions 1999 saat United bersua Bayern Munchen. Dalam posisi tertinggal 1-0, Setan Merah mampu membalikkan kedudukan dalam tempo tiga menit di penghujung laga.

Sir Alex ferguson (Sumber: NationalTurk).

Pertandingan ini, pada akhirnya menjadi pertandingan yang selalu dikenang fan United maupun penggemar sepakbola.

Selain di final Liga Champions, di partai-partai domestik, United sering memperlihatkan aksi sama hebatnya.

Selama menukangi United, Fergie mampu membangun mental petarung sekaligus mental juara para pemainnya. Inilah, yang membuat United menjadi tim yang menakutkan.

Bukan sekedar mampu memotivasi, Fergie yang terkenal garang itu mampu melakukan intimidasi kepada para pengadil lapangan setiap United bertanding.

Sehingga, terkadang disadari atau tidak Setan Merah kerap mendapat keuntungan saat bertanding. Seperti tendangan bebas, penalti, hingga tambahan masa injuri time yang cukup panjang saat United dalam keadaan tertinggal.

Tuah Fergie inilah, yang tidak dimiliki para suksesornya. Mourinho, terkenal sebagai pelatih yang kerap memainkan perang urat syaraf di dalam maupun luar lapangan. Akan tetapi kemampuannya masih kalah jauh dari Fergie.

Liga Primer yang telah berubah

Sepakbola terus berkembang, khususnya di Liga Primer sendiri. Apalagi sejak Chelsea dan City menjadi kekuatan baru yang membuat perebutan kampium Liga Primer jadi tak mudah.

Ditambah munculnya tim macam Tottenham Hotspur yang mampu bertansformasi dari tim medioker menjadi penantang juara serta Liverpool yang terus menggeliat.

Di lain sisi, perubahan tidak hanya terjadi di klub-klub besar saja. Tim-tim kecil juga ikut berkembang dengan pembenahan yang secara terus menerus dilakukan.

Pemain Manchester United Fred saat menjalani debut melawan Leicester City (twitter/fred08oficial)

Tingginya nilai hak siar Liga Primer Inggris turut menjadikan keuangan peserta Liga Inggris sehat. Hal ini memungkinkan setiap tim sanggup jor-joran melakukan pembenahan dengan mendatangkan para pemain berkelas.

Lihat saja, klub sekelas Everton dan West Ham United saja mampu menyediakan kocek besar untuk membeli pemain.

Perubahan di Liga Primer ini pada akhirnya, membuat persaingan sangat ketat dan membuat gelar juara tidak bisa didominasi oleh satu kekuatan saja.

Bayangkan dalam tiga tahun terakhir, juara liga selalu berganti-ganti. Dari mulai Liecester City yang mengejutkan di 2016, kemudian Chelsea di 2017 dan Manchester City di 2018.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bagi United selain melakukan perombakan besar. Setan Merah harus mampu beradaptasi dengan era baru sepakbola Inggris. Jika tidak, maka cerita tentang Setan Merah hanya akan jadi hikayat semata.

Artikel ini ditulis oleh Ivan Faizal Affandi, Penikmat Sepakbola dan Kopi Nusantara

*Artikel ini merupakan tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Bolatimes.com.

Load More