Bolatimes.com - Sepak bola Indonesia terus menggema bahkan sebelum Tanah Air merdeka. Di kala bapak yang terhormat Ir. Soekarno belum memproklamasikan kebebasan Indonesia, organisasi sepak bola Indonesia telah lahir.
Terbukti di hari ini, 19 April 2018, Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) tepat berusia 88 tahun. Ya, usia yang lebih tua dibanding kemerdekaan Indonesia yang baru berusia 73 tahun.
Selama 88 tahun itu pun, skuat dengan nama tenar Garuda telah bertarung di bawah panji sepak bola di Asia bahkan Dunia.
Lika-liku turut terjadi pada prestasi Timnas Indonesia. Namun, ada sebuah kisah manis di masa lalu dari para anak bangsa. Bukan yang terbaik, tetapi mencatatkan sejarah yang cukup hebat.
Beberapa putra Indonesia seperti Kurniawan Dwi Yulianto, Bima Sakti Tukiman, dan Kurnia Sandy telah mencoba mengharumkan nama Indonesia kala berkarier di Eropa. Kisah yang begitu jauh sebelum saat ini tengah gambar-gembor Egy Maulana Vikri ke Polandia.
Semua itu bermula ketika sepak bola Indonesia menjalin kerjasama dengan Italia hingga terbentuk sebuah nama PSSI Primavera. Para pesepakbola muda Indonesia U-19 dikirimkan ke Italia untuk persiapan Olipiade 1996 di Atlanta.
Usut punya usut, kerjasama tersebut bermula dari sebuah hubungan mitra bisnis. Saat itu teman dekat pemilik Sampdoria, Paolo Mantovani yang bernama Enrico Ercolani mengunjungi Asia Tenggara untuk bertemu Aburizal Bakrie.
“Ketika ayah saya masih hidup, Enrico Ercolani, yang bekerja di industri minyak seperti keluarga saya dulu, ada di Indonesia untuk bertemu dengan Tuan Bakrie,” jelas anak Paolo Mantovani, Enrico Mantovani yang saat itu menjabat sebagai Presiden Sampdoria pada 1993-2000, dikutip Bolatimes.com dari The-AFC.com.
“Saat istirahat mereka mulai berbicara tentang sepakbola, dan Mr. Bakrie bertanya pada Ercolani apakah dia punya kontak di sepakbola Italia," lanjutnya
"Enrico memanggil ayah saya untuk menanyakan peluang membuka saluran komunikasi, menjelaskan bahwa mimpi Pak Bakrie adalah mengirim tim muda Indonesia untuk berlatih di Italia untuk membantu mereka menjadi kompetitif pada waktunya untuk Olimpiade 1996 di Atlanta.”
Tetapi sayang, kerjasama tersebut tak menghasilkan prestasi yang memukau. Indonesia gagal lolos ke Olimpiade 1996.
Kendati demikian, kerjasama bersama Sampdoria tetap berlanjut. Musim berikutnya Sampdoria membawa trio Kurnia Sandy, Bima Sakti dan Kurniawan Dwi Yulianto ke Italia untuk bergabung dengan tim Campionato Primavera atau Sampdoria U-19.
Khusus Kurnia Sandy, ia berhasil menembus skuat utama Sampdoria, walaupun hanya menjadi kiper ketiga.
“Pada awal musim 1996-97 kami harus memutuskan kiper pilihan ketiga kami di belakang (Fabrizio) Ferron dan (Matteo) Sereni,” kenang Mantovani.
“Saya memutuskan untuk berbicara dengan pelatih kiper kami, Pietro Battara, dan saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan sangat senang jika dia bisa memilih Kurnia Sandy karena itu akan mengirim pesan penting kepada mitra kami di Indonesia," tuturnya melanjutkan.
Mantovani mengaku memilih Kurnia Sandy berdasarkan kualitas, ia mempercayakan keputusan kepada pelatih kiper Pietro Battara, meski ia mengaku memiliki kecondongan pribadi.
“Namun, saya bersikeras bahwa dia hanya boleh dipilih jika Pietro menghakiminya untuk memiliki keterampilan teknis yang tepat. Saya sangat mempercayai Pietro dan dia meyakinkan saya bahwa Kurnia Sandy memiliki semua atribut untuk menjadi kiper pilihan ketiga Sampdoria, dan dengan demikian pemain muda Indonesia menjadi bagian dari tim utama kami, ” kata Mantovani.
Kesan tersendiri Mantovani sebagai Presiden Sampdoria sampaikan untuk Kurniwan Dwi Yulianto. Penyerang yang telah menciptakan 31 gol untuk Timnas Indonesia ini disebut sebagai pemain terkuat dalam sejarah.
“Kurniawan mungkin adalah pemain terkuat dalam sejarah Indonesia. Pada awalnya, dia melakukan hal-hal yang sangat baik dengan Sampdoria, tetapi kemudian dia memiliki beberapa masalah," jelas Mantovani.
“Sangat disayangkan karena dia bisa melakukannya dengan sangat baik jika saja dia terus melakukan apa yang bisa dia lakukan dengan sangat baik.”
Usai tak lagi bersama Sampdoria, Kurniawan diboyong klub Swiss, FC Luzern selama satu musim (1994-1995). Bersama klub tersebut ia bermain dalam 12 pertandingan.
Yang paling diingat yakni saat ia menyumbang gol kemenangan FC Luzern 2-1 atas FC Basel. Ia menjadi pemain Indonesia pertama yang bermain, dan mencetak gol di Piala Interkontinental UEFA dimana usianya saat itu masih 19 tahun.
Sedangkan untuk Bima Sakti, usai meninggalkan Sampdoria Primavera ia membela klub Swiss, Helsinborg IF.
“Waktu di Italia sangat baik bagi kami dan memberi kami banyak pengalaman untuk karir masa depan kita sebagai pemain sepakbola," kenang Bima Sakti.
Secuil kisah indah dari PSSI sebagai pengayom sepak bola bangsa Indonesia. Meski belum memberikan hasil yang hebat, setidaknya dahulu kala putra Indonesia disediakan jembatan untuk mampu menunjukan kemampuan di Eropa.
Selamat ulang tahun PSSI, mari jembatani lagi para putra terbaik Indonesia.
Bolatimes.com/Irwan Febri Rialdi
Berita Terkait
-
Gaduh Pernyataan Erick Thohir Soal Fokus PSSI ke Timnas, Apa yang Salah?
-
Siapa Bilang PSSI Tak Peduli Sepak Bola Putri? Ini Ada Piala Pertiwi
-
Rekam Jejak Takeyuki Oya Jebolan J-League yang Ditunjuk Jadi GM Operation PT LIB
-
Kapan Mauro Zijlstra Ambil Sumpah Jadi Warga Negara Indonesia?
-
Pelajaran untuk PSSI! Media Eropa Semprot China yang Pecat Branko Ivankovic
-
Bukan Lagi Underdog! Timnas Indonesia Jadi Skuad Termahal, Korea Ketar-ketir
-
Dari Como ke Riau: Kurniawan Dwi Yulianto Jabat Dirtek PSPS Pekanbaru
-
Here We Go! Akui Peran Penting Indonesia, FIFA Bangun Kantor di Jakarta
-
Sindiran Menohok Ketum PSSI-nya Vietnam kepada Jay Idzes Cs, Ada Apa?
-
Beda dengan Suara Suporter! PSSI Sambut Positif Keputusan AFC
Terkini
-
Delapan Tangan Leo Navacchio: Rekor Gila di Pekan Pembuka BRI Super League
-
Reza Arya Cetak Rekor 100 Laga, Bakal Geser Maarten Paes dan Emil Audero?
-
Persib Incar Awal Musim Sempurna: Juara Liga dan Tembus Asia
-
Rumput JIS Kembali Jadi Polemik: Kenapa Lapangan Rp2 Triliun Selalu Jadi Sorotan?
-
Markas Persija Disindir Mantan: Stadion Bagus, Tapi Rumput Tak Ada yang Urus
-
Hari Ayah Paling Manis: Persija Menang Telak, Souza Kirim Ciuman untuk Putrinya
-
Persija Hancurkan Persita 4-0: Allano Menggila, Jakmania Ubah JIS Jadi Neraka
-
Sho Yamamoto dan Kodai Tanaka: Samurai Solo yang Bikin MU Mati Gaya
-
Senyum Kecut Johnny Jansen Pasca Bali United Gagal Kalahkan Persik
-
Kemenangan Perdana Persib: Hodak Senyum, Semen Padang Tertunduk