Rauhanda Riyantama
Kiper Timnas Finlandia, Lukas Hradecky. (Maxim Shemetov/AFP)..

Bolatimes.com - Dahulu, seorang kiper diperbolehkan memegang bola hasil umpan rekannya atau disebut back-pass. Namun, mengapa saat ini penjaga gawang dilarang menangkap atau menyentuh bola hasil back-pass?

Kiper atau penjaga gawang merupakan posisi yang diistimewakan dalam sepak bola. Berbeda dengan posisi lainnya, posisi ini memiliki wilayah sendiri di mana mereka bebas untuk menyentuh bola selama pertandingan.

Namun ada satu momen di mana kiper tak boleh menyentuh atau memegang bola di areanya sendiri, yakni saat menerima bola hasil operan rekannya atau yang bisa disebut back-pass.

Baca Juga:
Link Live Streaming Timnas Indonesia U-23 vs Australia, Menang Harga Mati

Sejatinya, aturan ini belum berlaku di masa silam. Jika melihat laga-laga tempo dulu, terlihat para kiper masih sering menyentuh atau memegang bola hasil sodoran rekannya.

Namun per tahun 1992, menyentuh bola hasil back-pass menjadi perbuatan terlarang. Karenanya, wasit bisa memberikan tendangan bebas langsung dari dalam kotak penalti bila kiper menangkap bola hasil back-pass.

Lantas mengapa saat ini kiper diharamkan menyentuh bola hasil back-pass rekannya? Dan bagaimana aturan ini bisa mengubah taktik dalam sepak bola?

Baca Juga:
3 Pesan Penting Shin Tae-yong agar Timnas Indonesia U-23 Bungkam Australia

Kiper Real Madrid, Thibaut Courtois saat berhadapan dengan Leganes (Gabriel Bouys/AFP)

Agar Tak Buang-buang Waktu

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, sebelum memasuki era sepak bola modern, kiper diperbolehkan menangkap bola hasil back-pass.

Namun, hal tersebut kini dilarang sejak adanya evaluasi di Piala Dunia 1990 Italia. Ajang bergengsi tersebut dianggap membosankan karena hanya punya rataan 2,2 gol per laga saja.

Baca Juga:
Bentuknya Jumbo, Hadiah Aurel Hermansyah untuk Anak Baim Wong Jadi Sorotan

Salah satu hal yang membuat ajang ini membosankan adalah banyaknya tindakan buang-buang waktu yang dilakukan pemain dengan cara memberi bola kepada kiper atau back-pass.

Puncak kebosanan itu muncul di tahun 1992 kala Denmark berhasil menjuarai Euro 1992. Dalam ajang itu, tim Dinamit menjadi kampiun dengan cara membosankan.

Sebab setelah unggul gol atas Jerman, Denmark bermain negatif dan banyak mengulur waktu dengan memberikan bola ke kiper, Peter Schmeichel, untuk ditangkap.

Baca Juga:
Dendam Kesumat, Miralem Pjanic Ngomong Gini usai Ronald Koeman Dipecat

Pertandingan tersebut pun terasa membosankan bagi para penikmat sepak bola, apalagi untuk laga sekelas final di ajang seperti Euro atau Piala Eropa.

Hal ini kemudian mendasari lahirnya aturan back-pass di mana kiper dilarang menangkap atau menyentuh bola dengan tangan.

Adapun, terakhir kali pertandingan yang mengizinkan kiper menangkap atau menyentuh bola hasil Back-Pass terjadi pada 23 Juni 1992 di Kualifikasi Piala Dunia 1994 antara El Salvador vs Nikaragua.

Secara tak langsung, munculnya aturan Back-Pass lantas mengubah taktik dalam sepak bola itu sendiri sehingga menjadi atraktif dan lebih modern.

Aturan ini membuat para pemain harus cerdas dalam mengambil keputusan saat tertekan. Selain itu, aturan ini juga membuat para kiper tak hanya harus andal dalam menggunakan tangan, melainkan juga menggunakan kakinya.

Liverpool menjadi salah satu tim yang terkena dampak aturan ini. Kesulitan The Reds menjadi juara sendiri diyakini karena adanya aturan Back-Pass.

Sebelum aturan ini ada, Liverpool menerapkan taktik mengulur waktu dengan mengirim bola ke kipernya, Bruce Grobbelaar untuk memberi waktu agar menguasai kembali permainan.

Namun sejak aturan ini hadir, para pemain Liverpool, terutama bek, kesulitan mengubah mindset mereka sehingga memberi hasil buruk pada permainan The Reds.

Aturan itu pula juga membuat banyak munculnya strategi mengulur waktu dalam sepak bola. Akibat aturan ini, setiap tim pun dipaksa memainkan penguasaan bola saat unggul dan bertahan sedalam mungkin.

Bisa dikatakan, aturan back-pass ini tak ayal menjadi tonggak transisi sepak bola modern yang dikenal saat ini.

Kontributor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Load More