Bolatimes.com - Fotografi dan sepak bola kini seakan telah menjadi kesatuan. Selain untuk mengabadikan suatu laga, fotografi juga nyatanya juga menguak kecurangan, salah satunya dari kiper Chile, Roberto Rojas di Kualifikasi Piala Dunia 1990.
Kualifikasi Piala Dunia 1990 zona CONMEBOL menghadirkan drama yang berbalut kecurangan saat Brasil menjamu Chile pada tahun 1989.
Saat itu, Brasil menjamu Chile di Maracana. Dalam duel bertajuk El Maracanazo ini, kedua negara saling bersaing untuk memperebutkan tiket ke Piala Dunia 1990.
Brasil dan Chile tergabung di grup 3 bersama Venezuela. Baik Brasil dan Chile mampu menang dua kali atas Venezuela dan bermain imbang saat dua negara bertemu.
Alhasil, laga Brasil vs Chile di tahun 1989 menjadi penentuan untuk menentukan siapa juara grup yang berhak meraih tiket ke Piala Dunia 1990.
Seperti laga lainnya, laga ini berlangsung sengit di mana kedua tim saling mencoba mencuri gol. Pada menit ke-46, Brasil mampu mencetak gol lewat Careca.
Keunggulan ini membuat pendukung tuan rumah bersemangat dengan menyalakan kembang api hingga Flare. Hingga akhirnya di menit ke-67 insiden terjadi.
Flare terbang masuk ke lapangan dan seketika Roberto Rojas selaku kiper Chile terjatuh. Melihat hal itu, ofisial Chile langsung berlari ke lapangan dan menggotong dirinya yang berlumuran darah.
Chile pun enggan melanjutkan pertandingan, kendati telah dibujuk wasit. Penolakan dari tim tamu ini merupakan bentuk protes dengan apa yang menimpa Rojas.
Pada mulanya, banyak orang yang meyakini Rojas berlumuran darah karena flare tersebut. Brasil selaku tuan rumah pun berada dalam bayang-bayang mendapat hukuman dan tereliminasi akibat insiden itu.
Namun pada akhirnya, malah Roberto Rojas yang mendapat hukuman. Hukuman ini didapatkannya setelah tersebarnya sebuah foto yang mengungkapkan kecurangannya.
Foto yang Buat Karier Roberto Rojas Berakhir
Saat insiden Rojas berlumuran darah dengan flare menyala di dekatnya, banyak orang yang meyakini bahwa ia terkena suar akibat mendapat lemparan Flare dari pendukung tuan rumah.
Namun, keyakinan ini dipatahkan keesokan harinya oleh sebuah foto yang tersebar di media massa dan gambar diperlihatkan di layar kaca.
Terlihat bahwa flare tersebut jatuh dengan jarak 1 meter di belakang Rojas. Dengan kata lain, flare tersebut sama sekali tak mengenainya.
Lantas, mengapa Rojas bisa berlumuran darah? Usut punya usut, ia melukai dirinya sendiri saat kejadian pelemparan flare tersebut dengan silet kecil yang disimpan di sarung tangannya.
Hal ini diperkuat oleh hasil medis menunjukkan, luka di kepala Rojas bukan berasal dari percikan Flare atau api, melainkan luka sayatan.
Setelah Rojas diinterogasi, barulah diketahui ia melukai dirinya sendiri dengan silet agar insiden pelemparan Flare ini seakan-akan membuatnya celaka dan kemudian mengeliminasi Brasil dari kesertaan di Piala Dunia 1990.
Parahnya lagi, kecurangan Rojas ini ternyata dibantu oleh ofisial Chile sehingga ia bisa membawa silet ke dalam arena pertandingan.
Beruntung kecurangan ini terbongkar berkat jepretan kamera Ricardo Alfieri. Ia menyebut dirinya mengambil sekitar 14 atau 15 foto saat insiden pelemparan Flare itu.
“Saya mengambil 14 atau 15 foto Flare yang jatuh dan kejadian setelahnya. Flare jatuh ke lapangan dan mengeluarkan asap. Rojas jatuh di tengah kepungan asap itu. Setelahnya, foto berikutnya hanya soal Rojas yang berlumuran darah,” ujar Ricardo Alfieri dikutip dari Goal Internasional.
“Saya mendapat kesan bahwa Flare itu tidak kena (Rojas). Tapi ada kontradiksi. Dia tidak kena tapi dia berdarah, itu tidak masuk akal,” lanjutnya.
Insiden ini pun membuat geger dunia sepak bola. Bahkan ada yang menyebut insiden ini sebagai peristiwa paling memalukan sepanjang laga internasional FIFA.
10 hari pasca pertandingan itu, FIFA memberikan hukuman kepada Roberto Rojas larangan berkecimpung di dunia sepak bola seumur hidup.
Bahkan FIFA juga menjatuhkan hukuman skorsing kepada Presiden Asosiasi Sepak Bola Chile, Orlando Aravena selaku pelatih, Fernando Astengo selaku pemain, dan Daniel Rodriguez selaku dokter tim.
Selain itu, Chile juga dinyatakan kalah WO lalu dicoret dari kualifikasi dan dilarang ambil bagian pada Kualifikasi Piala Dunia 1994.
Pada akhirnya, kejadian ini pun dilupakan. FIFA mencabut hukumannya kepada Roberto Rojas pada tahun 2000 dan kiper legendaris Chile ini bisa berkiprah di Brasil dengan menjadi pelatih kiper Sao Paulo, termasuk melatih kiper legendaris Brasil, Rogerio Ceni.
Berita Terkait
-
Gila! Klub Arab Siap Tawar Vinicius Jr Rp6 T, Pecahkan Semua Rekor Transfer Dunia
-
Breaking News! Carlo Ancelotti Dihukum Penjara Kasus Penggelapan Pajak Rp6,76 M
-
Man United Beli Rp1 T, Matheus Cunha Ketahuan Main Tarkam: Taruhan Minuman Soda
-
Bentrok Suporter vs Polisi Brasil, Lupakan Lionel Messi, Sokok Ini Jadi Pahlawan Argentina
-
Hasil dan Jadwal Piala Dunia U-17: Maroko Menang Dramatis, Argentina Pesta Gol, Dua Tiket Tersisa
-
Gareth Southgate Ingin Bawa Inggris Jadi Nomor Satu di Dunia, Kudeta Perancis dan Argentina!
-
Kenapa Juara Piala Dunia U17 Kebanyakan dari Afrika atau Brasil? Ternyata Ada Kaitannya dengan Nasib
-
Skenario 'Enteng' Timnas Indonesia Lolos 16 Besar Piala Dunia U-17, Saingannya Argentina dan Brasil
-
Jadwal Siaran Langsung Piala Dunia U-17 2023 Hari Ini: Ada Inggris, Brasil, dan Argentina
-
Santai dengan Cuaca, Pelatih Brasil U-17: Di Negara Kami Lebih Panas
Terkini
-
Kapan Piala Super Eropa 2025? PSG Bidik Trofi Pertama, Tottenham Siap Bikin Kejutan
-
Pemain Keturunan Indonesia Debut Bersama Ajax, Legenda Belanda Ini Dongkol
-
Rahasia Gaji Ronaldinho di Barca Legends Dibongkar Eks Rekan Patrick Kluivert
-
Demi Uang Rp1 Triliun, Darwin Nunez Hijrah ke Arab Saudi
-
Pesta Gol di Allianz Arena! Bayern Munich Bungkam Tottenham, Harry Kane Permalukan Mantan
-
Ronald Koeman Raih Penghargaan Tertinggi Eredivisie, Patrick Kluivert Gak Dapat?
-
Drama Transfer Rekan Kevin Diks di Gladbach: Maunya Pindah ke Ajax
-
Klub Anyar Justin Hubner Jadi Sorotan Jelang Kick Off Eredivisie 2025 Gegara Ini
-
Eks Pelatih FC Twente dan Pemain Keturunan Ditahan Kasus Pelecehan Seksual
-
Air Mata Jose Mourinho untuk Jorge Costa