Galih Priatmojo
lucarne-opposee.fr/net

Bolatimes.com - Siapa yang mampu meragukan sosok Pele sebagai penyerang terbaik sepanjang masa? Pemain yang lahir dengan nama Edson Arantes do Nascimento ini menjelma menjadi bomber mematikan sepanjang karirnya di sepak bola.
Pemain yang masih memegang rekor sebagai pencetak gol termuda di Piala Dunia ini telah mengoleksi 1283 gol dari 1366 penampilannya. Penampilan yang apik dibalut kisah drama hidup yang menyentuh membuat nama Pele tetap harum hingga kini.

Tapi tahukah siapa orang yang memiliki jasa besar terhadap karirnya hingga cap legenda melekat di namanya? Dia adalah Waldemar de Brito.

Waldemar de Brito lahir pada tahun 1913, pada saat sepakbola masih disediakan untuk orang kaya. Kala itu, adalah hal yang sangat sulit bagi orang berkulit hitam sepertinya menikmati indahnya sepak bola seperti saat ini.

Pada tahun 1926, ia menjadi salah satu pemain kulit hitam pertama yang mewakili Negara Bagian Sao Paulo pada kejuaraan nasional pemilihan negara. Di kompetisi tersebut ia tak hanya membawa kemenangan bagi timnya, tetapi ia juga berhasil keluar sebagai pencetak gol terbanyak dengan 13 gol.

Setahun kemudian, Waldemar de Brito memulai karirnya, di Sirio. Pada tahun 1933, sepakbola Brasil berubah menjadi era profesionalisme, kesempatan bagi banyak orang miskin untuk bisa mengais hidup dari sepak bola. Saat itu, Waldemar de Brito berhasil memeroleh kesempatan berkostum Sao Paulo. Ia menjadi duet maut lini depan Sao Paulo bersama Arthur Friedenreich.

Sumber foto : lucarne-opposee.fr/net (Waldemar sebelah kiri)

Kepiawaiannya mengolah si kulit bundar membawa Waldemar de Brito merengkuh sukses di kejuaraan bertajuk Paulista. Ia berhasil menjadi top skor setelah mampu mengemas 21 gol.

Tak sampai di situ,Waldemar juga sukses berpartisipasi dalam turnamen Torneio Rio-SP yang untuk pertama kalinya digelar dalam sejarah, sebuah turnamen yang menyusun kembali tim-tim Sao Paulo dan Rio de Janeiro. Dalam laga menghadapi Vasco, Waldemar mampu mencetak lima gol dan membawa kemenangan untuk timnya Sao Paulo. Pertandingan berakhir dengan skor 5-1.

Ketajaman mencetak gol membuat Waldemar sekali lagi didapuk sebagai pencetak gol terbanyak liga dengan 33 gol dalam 22 pertandingan.

Pemain Pertama yang Gagal Eksekusi Pinalti di Piala Dunia

Setahun kemudian tepatnya pada 1934, Piala Dunia kedua bergulir. Konfederasi Brasil, CBD, yang menentang profesionalisme, memilih banyak pemain dari Botafogo, satu-satunya klub yang menentang dunia profesional.

CBD meyakinkan Waldemar de Brito untuk berpartisipasi dalam perhelatan Piala Dunia tersebut. Ironisnya, saat itu Waldemar de Brito dan Leonidas berseragam Selecao menuju ke Piala Dunia dengan status pemain bayaran.

Beberapa bulan kemudian, dua pemain, di bawah kontrak dengan CBD itupun bergabung dengan para pemain Botafogo mewakili Timnas Brasil. Brasil akhirnya bersua Spanyol di final.

Sayang, kala itu Timnas Brasil tampil buruk. Mereka takluk atas skuat Matador dengan skor mencolok 3-1. Saat itu Brasil sebetulnya memiliki peluang untuk mengejar ketertinggalan lewat hadiah pinalti. Sayang, Waldemar de Brito yang mendapat tugas mengeksekusi gagal melesakkan gol.

Kegagalannya mengeksekusi pinalti itu mencatatkan dirinya sebagai pemain pertama yang gagal melesatkan pinalti di Piala Dunia. Di momentum itu pula Brasil untuk pertama kalinya mengalami kegagalan di final Piala Dunia.

Usai Piala Dunia, skuat Selecao melanjutkan tur di Eropa dan Waldemar Brito tidak lagi terpilih pascakegagalannya di Piala Dunia 1934. Meski begitu, menurut RSSSF, bersama Timnas Brasil kala itu Waldemar berhasil mencetak rekor sebagai pemain tersubur dengan torehan 20 gol dalam 18 pertandingan, termasuk hat-trick melawan Sporting Portugal.

Usai terdepak dari Timnas Brasil, Waldemar hijrah ke Argentina. Di negeri Tango, Waldemar de Brito mengawali petualangannya dengan klub San Lorenzo. Di sana ia mendapatkan gaji yang lumayan tinggi.

Mengabdi selama enam tahun bersama San Lorenzo, Waldemar mendapatkan penghormatan. Ia pun mendapatkan julukan "fenomeno" dan "maestro".

Pada tahun 1937, Waldemar de Brito menerima tawaran dari Flamengo, yang untuk pertama kalinya dalam sejarahnya merekrut pemain kulit hitam terbaik di Brasil. Ia berseragam Flamengo dengan sesama pemain kulit hitam lainnya yakni Leonidas, Domingos, dan Fausto.

Bersama Flamingo, Waldemar memenangkan Kejuaraan Carioca 1939, yang pertama untuk klub sejak 1927, sebelum kembali ke San Lorenzo.

Tak berselang lama, dia membuat comeback baru, kali ini di São Paulo, antara 1941 dan 1943. Dia mencetak 21 gol dalam kejuaraan Paulista 1942 dan menemukan mantan rekan setimnya Leonidas tetapi gagal memenangkan gelar.

Di akhir karirnya, ia mengikuti beberapa klub, seperti Fluminense, Portuguesa dan Palmeiras, sebelum bergabung pada tahun 1946 di klub kecil Klub Atletik Bauru.

Takdir Mempertemukannya dengan Pele si Bocah Ajaib

Di Bauru inilah takdirnya menemukan si bocah ajaib Pele dimulai. Pele tiba di Bauru pada usia tiga tahun. Berasal dari Minas Gerais, ayahnya, Dondinho, adalah pemain sepak bola yang memiliki karir cukup cemerlang sebelum akhirnya mengalami cidera di lutut yang didapat saat laga melawan Uruguay di Piala Dunia 1950.

Di Bauru, Dondinho ditawari pekerjaan sebagai petugas pemerintahan setempat di Bauru Athletic Club (BAC). Pada tahun 1954, BAC menciptakan tim pemuda, Baquinho, dan menawarkan jabatan pelatih kepada Waldemar de Brito. Di situlah ia bersua dengan Pele.

Pertemuan tak terduga yang dengan segera akan mengubah nasibnya menjadi legenda sepak bola sepanjang masa. Itu seperti yang dikatakan Pele dalam otobiografinya bertajuk "Hidupku" yang diterbitkan pada 2006 silam.

"Saya percaya bahwa Tuhan mengawasi saya ketika Dia membawa Waldemar de Brito ke dalam hidup saya pada saat yang menentukan ini. Seorang pemain sekaliber itu datang untuk melatih anak-anak di antah berantah? Sulit dipercaya. Namun, dia ada di sana. Dia bahkan sangat antusias menularkan ilmunya tentang seni sepak bola ke anak muda seperti kami," ungkapnya.

Sumber foto: lucarne-opposee.fr/net

Pele baru berusia 14 tahun saat ditemukan pertama kali oleh Waldemar. Waldemar yang melihat potensi besar di dalam diri Pele secara intensif memantau perkembangannya sampai kepergiannya pada tahun 1955.

Suatu ketika, Waldemar de Brito mengirim pesan kepada saudaranya, Petronilho. Ia menyebut bahwa Pele dikaruniai sebuah bakat untuk bermain sepak bola. Ia adalah anak yang sangat potensial dan jauh lebih hebat dari dirinya.

"Saya menemukan seorang pemain yang lebih kuat daripada kami berdua," tulisnya.

Dan nyata prediksi itu benar adanya. Bersama-sama, di bawah kepemimpinannya, Baquinho memenangkan Kejuaraan Junior Brasil dengan mencetak 148 gol dalam 33 pertandingan. Dalam pertandingan melawan Flamenguinho, Baquinho menang 12-1. Pele saat itu menyumbang tujuh gol.

 

Dari Santos Legenda Sepak Bola itu Lahir

Berkat penampilannya yang moncer, Waldemar de Brito kemudian membawanya ke level yang lebih tinggi. Ia menawarkan Pele kepada klub besar di Brasil, Santos. Kepada presiden Santos, Waldemar meyakinkan bahwa dia memiliki seorang pemain yang "akan menjadi yang terbesar di dunia".

Tak sampai di situ, Waldemar pun pergi ke rumah Pele untuk meyakinkan ibunya agar mengizinkannya pergi ke Santos, sebuah kota yang sedikit lebih besar dari Bauru dan jauh lebih sepi dari Rio de Janeiro.

Pele mengenang di saat hari keberangkatan menuju Santos, Waldemar de Brito bertemu Dondinho dan Dico di Sao Paulo. Dalam pertemuan tersebut Sao Paiulo tertarik untuk mendatangkan Pele. Tetapi dengan tegas, Waldemar menolaknya

Pele mengungkapkan, saat itu Waldemar berpesan agar jangan tergoda dengan nama besar, tetap fokus dengan tujuan utama bermain di Santos.

"kata-kata Waldemar de Brito membuat saya mengerti bahwa dia memiliki keyakinan mutlak pada saya dan bahwa dia tidak akan mempertaruhkan reputasinya dalam kasus yang berlawanan. Percakapan ini membuat saya merasa baik. Saya tidak lupa rekomendasi terakhirnya: "Tidak ada tembakau, tidak ada alkohol, tidak ada wanita dan tidak ada perusahaan yang buruk." Jelas, dia mengucapkan sumpahnya pada Dona Celeste dengan sangat serius.

Namun, Pele mengawali karirnya di Santos dengan kurang mulus. Ia pun kembali ke kampung halamannya.

Sumber foto: geniosdelfutbol/Instagram

Di saat itu, Waldemar kembali dan sekali lagi meyakinkan Pele dan keluarganya mengenai masa depannya di Santos.

"Sekali lagi, Waldemar de Brito datang untuk menyelamatkan untuk memecahkan masalah, yang akan berubah melodramatis. Dia berbincang dengan orang tua saya, memberi tahu mereka tentang kehidupan saya di Santos dan masa depan yang menunggu mereka, meyakinkan mereka bahwa semuanya akan baik-baik saja. Akhirnya, ia berhasil meyakinkan semua orang termasuk saya, karena saya serius mempertimbangkan untuk tidak kembali ke Vila Belmiro

Hasilnya, setelah kembali ke Santos untuk kali kedua, Pele mulai menemukan ritmenya. Ia bahkan sukses mengawali debutnya dengan mencetak sebiji gol saat timnya menghadapi
Corinthians pada laga eksebisi. Pertandingan itupun berakhir dengan kemenangan Santos dengan skor 7-1.

Semenjak itu, Pele terus menunjukkan grafik meningkat. Bersama Santos, Pele selalu mencetak gol. Ia pun berhasil memeroleh gelar top skor liga domestik di usianya yang masih 16 tahun.

Load More