Rauhanda Riyantama
Lautan suporter PSS Sleman membanjiri lapangan Pemda Sleman pada Kamis (6/12/2018) [Andiarsa Nata/Bolatimes.com]

Bolatimes.com - Sepak bola di Indonesia selalu penuh dengan bumbu-bumbu rivalitas, baik di dalam dan luar lapangan. Rivalitas di luar lapangan atau antar suporter ini lah yang kerap menjadi berita miring jelang atau pasca laga klub yang didukungnya.

Sebagai olahraga terpopuler, sepak bola tumbuh pesat di Indonesia dengan populasi yang besar. Kegilaan masyarakat Indonesia akan sepak bola pun kerap diperlihatkan di lapangan dan luar lapangan.

Hampir sama dengan negara lainnya, sepak bola di Indonesia juga menghadirkan rivalitas yang tergolong panas. Rivalitas ini biasanya tercipta karena asal dari klub tersebut ataupun sejarah panjang klub tersebut.

Baca Juga:
Diproyeksikan Bela Timnas, Mees Hilgers Mengaku Punya Marga Indonesia

Rivalitas panas yang ada di Indonesia umumnya terjadi karena daerah klub itu berasal atau biasa disebut Derby. Banyak Derby tercipta di Indonesia yang kemudian berimbas ke luar lapangan atau di kalangan suporter.

Akibatnya, rivalitas antara klub dalam balutan Derby di atas lapangan berlanjut dengan rivalitas antara kedua suporter fanatik pendukung tersebut.

Di Indonesia, banyak ditemui rivalitas antara suporter itu. Salah satunya adalah rivalitas suporter PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman, dua klub besar dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Baca Juga:
Greysia/Apriyani Kalah Dua Set Lawan Kim/Kong di BWF World Tour Finals 2021

Ratusan suporter PSIM Yogyakarta masuk ke lapangan saat laga Piala Indonesia di Stadion Sultan Agung, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (11/12/2018). Laga PS Tira kontra PSIM Yogyakarta dihentikan karena ratusan suporter PSIM Yogyakarta masuk ke lapangan dan merusak perangkat pertandingan seperti jaring gawang dan papan iklan. (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Rivalitas Pendukung PSIM dan PSS

Laga PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman dikenal sebagai Derby Mataram yang mengacu pada asal daerah kedua klub tersebut.

Rivalitas kedua klub ini sejatinya juga belum berlangsung lama. Pun dengan rivalitas antara basis suporter kedua tim asal DIY tersebut.

Baca Juga:
Profil Flavio Beck Junior, Pemain Asal Brasil yang Balik ke PSIS Semarang

Rivalitas antara kedua klub terjadi pada musim 1999-2000 saat PSS promosi ke kasta teratas, sedangkan PSIM degradasi ke kasta kedua.

Fakta ini lantas membuat PSIM kehilangan muka  dari tetangganya, yang dianggap sebagai wajah baru dari sepak bola Yogyakarta.

Rivalitas antara dua basis suporter ini sendiri lahir dari basis suporter yang besar di Yogyakarta. PSIM memiliki Brajamusti dan The Maiden, sedangkan PSS memiliki Slemania dan Brigata Curva Sud (BCS).

Baca Juga:
Kaki Ditanam Baja, Conor McGregor Tak Sabar Hancurkan Lawan di Oktagon

Pendukung PSIM yakni Brajamusti lahir pada tahun 2003 yang diikuti pecahnya organisasi hingga lahirnya The Maiden pada tahun 2010.

Sedangkan suporter PSS yakni Slemania menjadi yang tertua karena telah ada sejak tahun 2000 dan kemudian diikuti lahirnya pendukung beraliran ultras bernama BCS pada 2008.

Perseteruan pun diyakini juga lahir karena hilangnya harmonisasi dan toleransi yang disertai rasa gengsi serta rasa iri atau dengki akan klub rivalnya.

Rivalitas panas antara pendukung PSIM dan PSS ini kerap terjadi di luar lapangan. Berasal dari provinsi yang sama, membuat kedua basis suporter besar ini acap kali bertemu.

Terkadang pertemuan ini berujung bentrok yang bisa saja menghilangkan nyawa seseorang. Sebagai contoh tragedi pada 22 Mei 2016.

Salah satu pendukung PSS bernama Stanislaus Gandhang Deswara, harus meninggal dunia akibat bentrok dengan pendukung PSIM, Brajamusti di Jalan Magelang KM 14.

Rivalitas antar kedua suporter ini bahkan kembali berlanjut pada 26 Juli 2018 yang kembali mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yakni Muhammad Iqbal Setyawan.

Iqbal Setyawan merupakan penonton non suporter yang tewas akibat dikeroyok dalam sebuah kerusuhan suporter saat menonton Derby Mataram antara PSS vs PSIM.

Kontributor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Load More