Stephanus Aranditio
Edy Rahmayadi saat terpilih jadi ketua umum PSSI (Sumber: PSSI)

Bolatimes.com - Ketua umum PSSI, Edy Rahmayadi telah memenangkan pemilihan gubernur Sumatra Utara saat Pilkada serentak 27 Juni 2018. Hal ini menimbulkan di dunia sepak bola Indonesia terkait polemik dwi jabatan Edy Rahmayadi yang masih berstatus ketum PSSI hingga 2020.

Hasil akhir rekapitulasi KPU, pasangan nomor urut 1, Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah (Eramas) memperoleh 3.291.137 suara atau 57,6% dari 5.716.097 suara sah. Mereka unggul jauh dari pasangan nomor urut 2, Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) yang mendapatkan 2.424.960 suara atau 42,4% dari suara sah.

Di dunia maya, gerakan penolakan dwi jabatan Edy Rahmayadi ini mulai bermunculan. Dilansir dari change.org dalam tiga hari sejak dirilis pada 9 Juli 2018 sebanyak 15 ribu orang telah menandatangi petisi berjudul "Edy harus mundur sebagai Ketua Umum PSSI".

Baca Juga:
Jorginho Tinggalkan Napoli, Merapat ke Chelsea

"Pertama-tama, selamat atas terpilihnya Bapak Edy Rahmayadi sebagai pemenang dalam pemilihan kepala daerah di Sumatera Utara (Sumut). Kami berdoa semoga - Provinsi Sumut dibawah kepemimpinan Bapak Edy menjadi lebih maju dan lebih sejahtera lagi. Kami juga berharap Bapak Edy tidak tersandung kasus korupsi seperti dua gubernur sebelumnya," tulis rilis petisi tersebut.

Edy Rahmayadi (sumber: suara.com).

Petisi yang dimulai oleh Aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho itu menjelaskan Edy Rahmayadi tak pantan melakukan rangkap jabatan dengan tiga alasan.

Pertama, agar fokus memimpin Sumut selama lima tahun kedepan. Menurutnya, rangkap jabat akan memecah konsentrasi mantan Pangkostrad itu yang berpotensi membuat PSSI terbengkalai atau sebaliknya.

Baca Juga:
Dejan Lovren: Saya Bek Terbaik Dunia, Mereka Omong Kosong!

"PSSI masih punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti: pengembangan organisasi, pelaksanaan kompetisi, komitmen memberantas pengaturan skor, memberantas kerusuhan suporter, menggalakkan pembinaan usia muda, melakukan transparansi keuangan, dan persiapan Timnas Indonesia dalam laga-laga internasional."

"Permasalahan sebanyak itu tentu saja tidak bisa diselesaikan oleh Ketua Umum PSSI secara sambilan ataupun dengan merangkap jabatan sebagai kepala daerah," jelas petisi itu.

Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi saat memberikan penghargaan di acara Awarding Night Liga 1. [Suara.com/Adie Prasetya Nugraha]

Kedua, secara peraturan apa yang dilakukan Edy Rahmayadi juga bertentangan dengan Surat Edaran Mendagri Nomor 800/148/sj 2012 tanggal 17 Januari 2012 tentang Larangan Perangkapan Jabatan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah pada Kepengurusan KONI, PSSI, Klub Sepakbola Profesional dan Amatir, serta Jabatan Publik dan Jabatan Struktural

Baca Juga:
Kalimat Manis Iker Casillas untuk Kepergian Ronaldo ke Juventus

Ketiga, rangkap jabatan yang dilakukan Edy Rahmayadi rawan terjadinya konflik kepentingan. Jabatan ketua umum PSSI rawan dijadikan alat politik selama memimpin Sumatra Utara.

"Semua tentu tak mengharapkan ada pimpinan yang menganak emaskan satu klub saja."

Petisi ini dinisiasi dan didukung secara pribadi oleh beberapa orang mulai dari politisi, pengamat politik, pemilik klub sepak bola di Indonesia hingga pecinta sepak bola Indonesia.

Baca Juga:
Bocah Pengungsi Perang Itu Kini Bawa Kroasia ke Final Piala Dunia

Mereka diantaranya, Emerson Yuntho, Hardy R. Hermawan, Achsanul Qosasi, Andreas Marbun, Joaquim Rohi, Deden Firmansyah, Dibyo Dwiputranto, Obed Bima Wicandra, Arry Anggadha, Indra Mulyana, Ervan Nurachman, Mahesa Jenar, Herlan Primasto, Akbar Berno, Ivan Garda, Adi S. Noegroho, Ambrosius Harto, Imron Rosyid,Reinhard Hutabarat, Achmad Lukman Hakim, Kenrick Philbert, Heru Susanto, Imung Yuniardi, ignatius Indro, Riza Hufaida, Boby Lamanepa, Anton Aliabbas, Agus Hidayat, Yohanes Yosef W., Kurnia KP Pratomo, Muhammad Ghufron, Rossi Rahardjo, Mahdi Muhammad.

Load More