Galih Priatmojo | Irwan Febri Rialdi
PSSI (sumber; twitter).

Bolatimes.com - Tepat di hari ini 19 April, Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) didirikan. Saat ini usianya telah menginjak 88 tahun. Selama itu pula, PSSI telah turut andil dalam kemajuan sepak bola tanah air. Meskipun, tak sedikit pula pekerjaan rumah yang masih harus dibereskan oleh federasi yang pertama kali didirikan pada 1930 silam tersebut.

Sejatinya, PSSI menjadi badan yang dihormati, ia merupakan hasil perjuangan para pemuda Indonesia sebelum merdeka.

Namun, dalam keberlangsungannya, PSSI justru mendapat sorotan masyarakat Indonesia. Bukan karena prestasinya, melainkan reputasinya yang jauh api dari panggang sebagai pembina sepak bola tanah air. Dalam dua dekade terakhir, isu mafia bola dan korupsi pun lebih nyaring terdengar ketimbang prestasi dari Timnas Indonesia.

Baca Juga:
Selamat Ulang Tahun PSSI!

Kini di usianya yang hampir satu abad, dua hal tersebut masih jadi masalah yang membelit di tubuh PSSI. Berikut Bolatimes.com kupas sejumlah persoalan yang menggerogoti PSSI.

Adanya Kasus Korupsi dari Nurdin Halid

Baca Juga:
Ditahan Crotone, Juventus Gagal Menjauh dari Kejaran Napoli

Ia menjadi ketua PSSI pada 2003. Selama tujuh tahun Nurdin memimpin, ia justru lebih disibukkan dengan kasus-kasus korupsi.

Salah satu bukti, ia divonis dua tahun penjara. Kader partai Golkar itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi distribusi minyak goreng Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai Rp 169 miliar. Bahkan, ia mendapatkan denda sebesar 30 juta rupiah.

Kendati dipenjara, saat itu Nurdin enggan melepas jabatannya sebagai ketua PSSI, dan sempat membuat publik geram.

Baca Juga:
Kaka Ungkap Hubungannya yang Rumit dengan Jose Mourinho

Sepanjang kepengurusan Nurdin Halid, prestasi tim nasional, baik yunior maupun senior, kian terpuruk.  Terakhir, timnas gagal melaju ke putaran final Piala Asia 2011, sementara timnas U-23 gagal total di SEA Games.

Dalam peringkat FIFA, Indonesia juga terus merosot. Saat itu, tim Merah Putih berada di peringkat ke-136, jauh di bawah negara-negara Asia Tenggara lain, seperti Singapura (peringkat ke-120), Vietnam (ke-116), dan Thailand (ke-98).

Pengelolaan kompetisi pun sangat buruk, yang ditandai dengan kasus suap hingga kerusuhan yang melibatkan pemain, offisial, dan suporter. Terakhir, Supar (30), suporter Persik Kediri dari Desa Bangsongan, Kecamatan Kayen Kidul, Kabupaten Kediri, tewas saat menyaksikan pertandingan Persik menjamu Persib Bandung di Stadion Brawijaya, Kediri, Selasa (9/2/2010).

Baca Juga:
5 pemain di Divisi Championship Ini Punya Skill Mumpuni

Isu suap di Final Piala AFF 2010

PSSI sempat mendapat tudingan suap saat final Piala AFF 2010. Hal itu tak lepas dari adanya surat elektronik dari sosok misterius, Eli Cohen.

Berikut isinya:

From: eli cohen
Date: Sun, 30 Jan 2011 14:36:16 +0700
To:

Subject: Mohon Penyelidikan Skandal Suap saat Piala AFF di Malaysia

Kepada Yth.
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Republik Indonesia

Di Jakarta

Dengan Hormat,

Perkenalkan nama saya Eli Cohen, pegawai pajak di lingkungan kementrian Keuangan Republik Indonesia. Semoga Bapak Presiden dalam keadaan sehat selalu.

Minggu ini saya membaca majalah tempo, yang mengangkat tema khusus soal PSSI. Saya ingin menyampaikan informasi terkait dengan apa yang saya dengar dari salah satu wajib pajak yang saya periksa dan kebetulan adalah pengurus PSSI (maaf saya tidak bisa menyebutkan namanya). Dari testimony yang disampaikan ternyata sangat mengejutkan yaitu adanya dugaan skandal suap yang terjadi dalam Final Piala AFF yang dilangsungkan di Malaysia.

Disampaikan bahwa kekalahan tim sepak bola Indonesia dari tuan rumah Malaysia saat itu adalah sudah ditentukan sebelum pertandingan dimulai. Hal ini terjadi karena adanya permainan atau skandal suap yang dilakukan oleh bandar judi di Malaysia dengan petinggi penting di PSSI yaitu XX dan XXX. (ia menulis inisial dua nama, red)

Dari kekalahan tim Indonesia ini baik bandar judi maupun 2 orang oknum PSSI ini meraup untung puluhan miliar rupiah.

Informasi dari kawan saya, saat di kamar ganti dua orang oknum PSSI ini masuk ke ruang ganti pemain (menurut aturan resmi seharusnya hal ini dilarang) untuk memberikan instruksi kepada oknum pemain. Insiden “laser” dinilai sebagai salah satu desain dan pemicunya untuk mematahkan semangat bertanding.

Keuntungan yang diperoleh oleh dua oknum ini dari bandar judi ini digunakan untuk kepentingan kongres PSSI yang dilangsungkan pada tahun ini. Uang tersebut untuk menyuap peserta kongres agar memilih XX kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada periode berikutnya.

Saya bukan penggemar sepak bola, namun sebagai seorang nasionalis dan cinta tanah air saya sangat marah atas informasi ini. Nasionalisme kita seakan sudah dijual kepada bandar judi untuk kepentingan pribadi oleh oknum PSSI yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karenanya saya meminta Bapak Presiden untuk melakukan penyelidikan atas skandal suap yang sangat memalukan ini.

Semoga Tuhan memberkati Negara ini.

Hormat Kami,
Eli Cohen
Pegawai Pajak

Tembusan8
1. Menteri Olah Raga
2. Ketua KPK
3. Ketua DPR
4. Ketua KONI

Surat itu sempat menggegerkan Tanah Air lantaran saat itu kebetulan Timnas Indonesia gagal menjadi juara Piala AFF 2010 usai tumbang dari Malaysia

Dualisme PSSI

 

Konflik sepak bola Indonesia ini bermula ketika terjadi krisis kepemimpinan PSSI di era Nurdin Halid hingga munculnya Breakaway League, Liga Primer Indonesia (LPI).

Kemudian berlanjut dengan digelarnya Kongres Luar Biasa yang diselenggarakan oleh Komite Normalisasi yang dibentuk oleh FIFA, setelah sebelumnya terjadi kekisruhan di dalam Kongres yang digelar oleh PSSI.

Kontroversi pun bermunculan. Bermula dengan pemecatan Alfred Riedl sebagai pelatih Timnas Indonesia, kasta tertinggi Indonesia yang semula Indonesia Super League diubah menjadi LPI.

Beberapa anggota Komite Eksekutif yang tak puas dengan kebijakan PSSI pun mulai melakukan bentuk protes, buntutnya mereka dipecat.

Toni Apriliani, La Nyalla Mahmud Mattaliti, Robertho Rouw dan Edwin Budiawan yang dibuang oleh PSSI pun akhirnya membentuk sebuah organisasi tandingan dengan nama Komite Penyelamat Sepakbola PSSI, yang di dalamnya juga terdapat Benny Dollo, mantan pelatih Timnas dan beberapa tokoh lainnya.

Konflik dan dualisme tersebut turut berimbas kepada Tim Garuda, hasil buruk di Pra Piala Dunia 2014 termasuk kekalahan terbesar sepanjang sejarah sepak bola Indonesia, yakni 10-0 dari Bahrain.

PSSI Dibekukan oleh FIFA

 

Lantaran dualisme kepengurusan PSSI yang tak kunjung selesai antara Djohar Arifin dan La Nyalla Mahmud Mattaliti, akhirnya pemerintah Indonesia turun tangan.

Sebuah langkah yang sangat dilarang oleh FIFA, di mana sebuah organisasi sepak bola mendapat intervensi dari pemerintahan.

Melalui Kementerian Olahraga dan Pemuda, urusan PSSI terus dicampuri. Presiden Indonesia, Joko Widodo pun mendukung. Menurut Presiden, perbaikan harus dimulai dengan pembenahan organisasi.

Akhirnya, FIFA telah memutuskan untuk menangguhkan PSSI selama pertemuan Komite Eksekutif FIFA pada Sabtu, 30 Mei 2015, di Zurich, Swiss.

Namun, setelah Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Indonesia mengangkat suspensi mereka dari PSSI per 10 Mei 2016. FIFA mengangkat suspensi mereka di FIFA Congress, 12-13 Mei 2016 di Meksiko.

Edy Rahmayadi ikuti pemilihan calon gubernur

 

Usai bebas dari bekuan FIFA, permasalahan kini kembali hadir di tubuh PSSI. Ketua umum PSSI, Edy Rahmayadi, memutuskan cuti dari PSSI.

Mantan Pangkostrad TNI itu mengikuti pemilihan Gubernur Sumatera Utara periode 2018-2023.

Hingga saat ini, urusan PSSI tak dijamah oleh Edy. Sehari-hari apa yang ada di PSSI diurus oleh Plt Joko Driyono, pria yang sebelumnya menjabat sebagai wakil Edy.

 

Bolatimes.com/Irwan Febri Rialdi

Load More