Rauhanda Riyantama
Naby Keita saat menghadapi West Ham (12/8) [Oli Scarff/AF]

Bolatimes.com - Naby Keita kini menjelma jadi salah satu andalan di lini tengah Liverpool. Sebelum menjadi seperti sekarang, pesepak bola 26 tahun itu harus mengalami kehidupan pahit.

Mimpi Naby Keita jadi pemain Liverpool terwujud tiga tahun silam. The Reds saat itu memboyongnya dari LB Leipzig dengan biaya transfer yang cukup fantastis, yakni mencapai 52,75 juta poundsterling.

Bagi gelandang asal Guinea itu, bermain untuk Liverpool menjadi salah satu impian yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Baca Juga:
Kirim Surat ke PSSI, Elkan Baggott: Saya Siap Membela Timnas Indonesia

Sebab, pemain yang memiliki sederet kemampuan untuk menjadi gelandang berkualitas ini sudah menghadapi tantangan yang berat untuk sekedar melanjutkan hidupnya.

Naby Keita yang lahir di Conarky, Guinea, harus mengalami kisah pedih semasa kecil. Hidup di tengah jerat kemiskinan serta lingkungan yang penuh dengan konflik politis, menjadi jalan terjal yang harus dilalui saban hari.

Untuk sekedar bermain sepak bola pun, Keita menghadapi banyak kendala. Salah satunya yakni bermain tanpa sepatu sepak bola yang layak untuk melindungi kaki-kaki mungilnya.

Baca Juga:
Man United Dibantai Liverpool, Solskjaer: Ini Titik Terendah Karier Saya

Namun demikian, segala keterbatasan yang muncul akibat hidup di tengah kemiskinan itu telah membuat sosok Keita seperti sekarang ini.

“Kami bermain dengan apa pun yang kami bisa dan saya sempat tak menggunakan sepatu apa pun untuk melindungi kaki saya. Terkadang, saya hanya bermain dengan sepatu rusak yang sudah sangat tua,” kata Keita, dikutip dari Goal.

“Saya tidak memiliki sepatu sepak bola, atau pun jersey sepak bola yang diberikan kepada saya,” ia melanjutkan.

Baca Juga:
Bawa Liverpool Menang Telak, Mohamed Salah Dianggap Serakah

“Semua itu telah membantu saya untuk mempersiapkan diri menjadi pesepak bola profesional seperti sekarang ini. Saya juga tidak pernah takut pada apa pun di lapangan.”

Aksi Naby Keita saat menghadapi West Ham (12/8) [Oli Scarff/AF]

Tantangan Naby Keita untuk bermain sepak bola pun juga tak jauh-jauh dari sejumlah kesulitan yang harus dihadapi.

Sebab, saat berada di atas lapangan, dia harus berjuang hingga berdarah-darah untuk hanya sekedar bisa mendapat kesempatan bermain.

Baca Juga:
Sedang Berlangsung, Berikut Link Live Streaming Persipura Vs Barito Putera

Namun, bagaimanapun juga, segala keterbatasan itulah yang membantunya menjadi sosok petarung tangguh di atas lapangan seperti sekarang ini.

“Postur tubuh saya cukup kecil, sehingga saya juga harus berjuang untuk segalanya: kesempatan bermain, untuk bola, untuk mendapatkan respek. Itulah mengapa, mobil pun tak bisa menghentikan saya,” ujarnya.

“Dari situlah, agresi dalam permainan saya, yang sangat penting untuk posisi bermain saya saat ini, berasal,” ia melanjutkan.

Pada usia sembilan tahun, Keita bergaung dengan Horoya AC, sebuah klub sepak bola lokal di daerahnya tersebut. Di klub itu pula, dia diakui sebagai pemain terbaik di komunitasnya.

Saat itu, Keita juga disarankan oleh pemandu bakat Afrika untuk pindah ke Eropa. Sebab, ini menjadi pilihan terbaiknya untuk bisa terpantau klub-klub besar di Benua Biru.

Awalnya, Keita tak begitu yakin dengan saran itu. Namun, saat ia mulai menonton pertandingan Liga Inggris di televisi saat berusia 12 tahun, dia mulai tahu bahwa dia ingin bermain di level tertinggi.

“Tidak mungkin melakukan itu di rumah. Jadi, jelas saya harus menguji diri saya ke Eropa,” kata Keita.

“Saya bertekad untuk menjadi pesepak bola, bukan hanya karena saya menyukai permainan ini, tetapi agar saya dapat menafkahi keluarga saya,” lanjutnya.

Begitu usianya sudah cukup dewasa, Keita mulai pergi ke Prancis, tepatnya saat berusia 16 tahun. Di sana, dia memulai sejumlah trial, tapi sempat gagal untuk menunjukkan bakatnya.

Pada titik itu, Keita mulai mempertanyakan apakah dia akan berhasil. Sebab, sejumlah klub di Prancis menolaknya, termasuk salah satunya Lorient.

Sebab, terlepas dari segala bakat yang melekat padanya, Keita berasal dari sepak bola jalanan. Dia tak pernah sekali pun mendapatkan bimbingan secara formal untuk berlatih.

“Saya bertanya-tanya apakah saya akan berhasil Itu adalah masa-masa yang sulit. Saya tidak pernah mendapatkan sisi profesional dari permainan ini,” ujarnya.

“Saya tidak tumbuh di akademi, semua yang saya tahu berasal dari jalanan. Saya kana mendapatkan bola, saya akan berlari dengannya, menunjukkan beberapa keterampilan untuk mengalahkan pemain lawan dan mencetak gol,” ujarnya.

Kontributor: Muh Adif Setyawan
Load More