Galih Priatmojo
Kiper Iran Alireza/Instagram

Bolatimes.com - Setelah pertandingan pertama Iran di Piala Dunia 2014 melawan Nigeria, penjaga gawang, Alireza Haghighi, menjadi berita utama karena ketampanannya. Dia tiba-tiba menjadi kekasih bagi ribuan orang di seluruh dunia.

Meski tak setampan Haghighi, penjaga gawang utama Iran di Piala Dunia 2018 Rusia, Alireza Beiranvand tampaknya mampu menyaingi kepopulerannya apalagi setelah ia sukses memblok eksekusi penalti pemain terbaik di planet bumi saat ini, Cristiano Ronaldo di partai terakhir penyisihan Grup B lalu kala Iran menghadapi Portugal.

Walaupun Iran gagal lolos ke fase berikutnya, tetapi aksi Alireza yang menawan terus menjadi perbincangan hingga kini.

Baca Juga:
Babak Pertama Grup F, Jerman Kesulitan Tembus Pertahanan Korsel

Siapa sangka, di balik penampilannya yang cemerlang tersebut, pemain yang kini merumput bersama tim lokal Iran, Persepolis FC ternyata memiliki kisah hidup yang sangat sulit.

Kisahnya bisa dibilang jauh lebih sulit ketimbang perkara memblok sepakan penalti Cristiano Ronaldo.

Baca Juga:
Perilaku Emosi Maradona Ancam Statusnya Sebagai Duta Besar FIFA

Alireza lahir di Sarabias, Lorestan, dari keluarga pengembala domba. Sebagai anak tertua, semenjak kecil ia terbiasa mengikuti rutinitas keluarganya mengembalakan domba.

Seperti layaknya anak seumurannya, ia sangat gandrung dengan sepak bola. Sehingga tiap kali ada kesempatan luang saat menggembala ia menyempatkan waktu memainkan si kulit bundar bersama teman-temannya.

Ketika ia menginjak usia 12 tahun, keluarganya menetap di Sarabias. Di sana ia mulai serius melakoni hobinya tersebut dengan mengikuti latihan dengan tim lokal. Ia saat itu didapuk sebagai striker.

Baca Juga:
Liverpool Wariskan Nomor 8 Steven Gerard kepada Naby Keita

Namun takdir tampaknya memberinya jalan lain. Suatu ketika ia diberi amanat untuk menjadi seorang kiper menggantikan kiper sebelumnya yang mengalami cedera. Ia pun jatuh cinta dengan posisi barunya tersebut.

Skenario itulah yang kemudian membuatnya memutuskan untuk menjadi penjaga gawang meskipun di kemudian hari sang ayah sangat keberatan dengan keinginannya berkecimpung di sepak bola.

Morteza Beiranvand berpikir, seperti kebanyakan ayah di Iran, bahwa sepak bola tidak bisa menjanjikan sebagai sebuah pekerjaan.

Baca Juga:
Pemain Korsel Takut Wajib Militer karena Gagal di Piala Dunia?

"Ayah saya sama sekali tidak menyukai sepakbola dan dia meminta saya untuk bekerja. Dia bahkan merobek pakaian dan sarung tanganku dan aku bermain dengan tangan kosong beberapa kali," ungkapnya seperti dilansir dari Guardian.

Kiper muda itu memutuskan untuk melarikan diri dan pergi ke Teheran mencari peluang di klub yang lebih besar di ibukota.

Dia meminjam uang dari seorang kerabat dan pergi ke Teheran dengan bus. Nasib mujur pun menghampirinya. Di bus dia bertemu pelatih sepak bola, Hossein Feiz, yang mengelola tim lokal. Feiz mengatakan kepada Alireza bahwa dia bisa bergabung dengan timnya tetapi dengan syarat harus membayar 200.000 Toman atau sekitar Rp 561 ribu.

Tetapi Alireza mengaku saat itu dalam kondisi yang benar-benar tanpa bekal. Ia tidak punya uang ataupun tempat untuk tidur.

Selama pelariannya ke Teheran, ia menghabiskan malamnya di sekitar Azadi Tower, di mana banyak migran miskin berkumpul. Beruntung, suatu malam seorang salesman muda menawarkan Alireza sebuah kamar di rumahnya.

"Saya tidur di dekat pintu klub dan ketika saya bangun di pagi hari saya melihat koin yang dijatuhkan orang untuk saya. Mereka mengira aku pengemis!"

Melihat kondisi dan alasan kuat yang diungkapkan Alireza, akhirnya Feiz setuju untuk memberinya kesempatan berlatih sepak bola tanpa harus membayar.

Alireza tinggal di rumah rekannya selama dua minggu dan kemudian mulai bekerja di pabrik penjahit yang dimiliki oleh ayah rekan satu timnya sehingga dia bisa tidur di sana pada malam hari.

Pekerjaan berikutnya bekerja di tempat cuci mobil dan, karena tinggi badannya, ia menjadi spesialis dalam mencuci SUV.

Suatu hari, dia menemukan dirinya dalam situasi yang sulit. Legenda Iran Ali Daei muncul untuk membersihkan mobilnya dan rekan-rekan Alireza mendorongnya untuk berbicara dengan mantan striker Bayern Munich untuk melihat apakah dia akan membantunya untuk mengembangkan karir sepak bolanya.

Sayang, Alireza tidak menerima saran mereka. Dia lebih suka menemukan jalannya sendiri.
"Saya tahu jika saya telah berbicara dengan Pak Daei, dia pasti akan membantu saya, tetapi saya malu untuk berbicara dengannya dan memberitahunya tentang situasi yang tengah saya hadapi saat itu," ungkapnya.

Segera setelah dia bertemu pelatih Naft-e-Tehran, ia kemudian pindah ke sana. Pada awalnya klub membiarkannya tinggal di ruang doa tetapi, setelah beberapa saat, mereka mengatakan kepadanya bahwa dia tidak bisa tidur di sana lagi. Jadi dia menemukan pekerjaan di toko pizza untuk memiliki tempat tinggal di malam hari.

Di sana, saat menantang lainnya muncul. Pelatihnya, yang tidak tahu apa-apa tentang pekerjaan Alireza, datang untuk membeli pizza. Sang kiper tidak ingin melihatnya tetapi pemilik toko memaksanya untuk melayani dan dia meninggalkan toko beberapa hari kemudian.

Pindah dari toko Pizza, ia diterima bekerja sebagai pembersih jalan. Lantaran pekerjaannya tersebut, ia sering kedodoran saat harus menghadapi pertandingan lantaran kondisi tubuhnya yang kurang fit.

Kisahnya bersama Naft tak berlangsung lama. Ia dipecat karena berlatih dengan tim lain dan terluka. Ia pun mencari peruntungan ke klub lain, yakni Homa. Tetapi sang manajer di sana enggan memberinya kontrak. Di saat itulah Alireza berada dalam posisi di titik nadir.

Tak berselang lama, manajer Naft menelepon dan memberi tahu dia bahwa jika dia tidak mendaftar untuk klub lain, dia bisa kembali.

"Mungkin itu adalah takdir bahwa manajer Homa tidak mau menandatangani saya. Jika saya tetap di tim itu, mungkin saya tidak akan pernah mencapai level seperti saat ini," terangnya.

Kembali bersama tim Naft, Alireza pun mulai bersinar. Dia terpilih untuk bermain bersama skuat Timnas Iran U-23 Iran dan kemudian menjadi kiper tim utama Naft.

Pada tahun 2015 Alireza akhirnya menjadi kiper pilihan pertama Iran dengan catatan apik 12 clean sheet di fase kualifikasidan membantu skuat Melli terbang ke Piala Dunia 2018 Rusia.

"Saya mengalami banyak kesulitan untuk membuat impian saya menjadi kenyataan tetapi saya tidak memiliki niat untuk melupakan mereka karena mereka membuat saya menjadi seperti sekarang," katanya.

 

Load More