Galih Priatmojo
Pelatih Timnas Indonesia, Luis Milla memberi instruksi kepada anak asuhnya saat pemusatan latihan (PSSI)

Bolatimes.com - Kegagalan Timnas Indonesia memenuhi target di ajang Asian Games 2018 berdampak pada status pelatih Luis Milla. Nasib juru taktik asal Spanyol itupun di ujung tanduk.

Sempat ramai kabar bahwa PSSI bakal menyudahi kerjasamanya dengan Luis Milla, para pecinta sepakbola Indonesia pun bereaksi. Di jejaring sosial media, sejumlah warganet menyerbu akun Instagram milik Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi meminta agar Gubernur Sumatra Utara itu tetap mempertahankan pelatih yang pernah berseragam Real Madrid itu.

Tak hanya sampai di situ, beberapa warganet lainnya bahkan mengeluarkan sebuah petisi yang diterbitkan di sebuah laman www.change.org dengan judul ''Perpanjang Kontrak Luis Milla!''. Hingga siang ini, para pecinta sepakbola Indonesia yang sudah menandatangani petisi itu telah mencapai 41 ribu lebih dari target 50 ribu.

Jika ditilik lebih jauh merujuk pada hasil, prestasi Luis Milla sebetulnya bisa dibilang tak bagus-bagus amat. Sejak pertama kali membesut Timnas Indonesia di tahun 2017 lalu, Luis Milla mencatatkan kemenangan sebelas kali, lima kali imbang dan tujuh kali kalah dari 23 laga bersama Timnas Indonesia senior dan U-23.

Di tahun 2018, bersama Timnas Indonesia U-23, Luis Milla hanya mampu memetik sekali menang dari enam laga ujicoba. Satu-satunya kemenangan itu diraih kala bersua ke markas Timnas Singapura dengan skor 3-0.

Meski terlihat kurang greget dari segi kuantitas, pelatih yang pernah membesut Timnas Spanyol U-21 dan U-23 ini memberi sentuhan yang luar biasa bagi perkembangan Timnas Indonesia.

Nah, untuk lebih lengkapnya, yuk simak tiga alasan mengapa Luis Milla patut dipertahankan sebagai pelatih Timnas Indonesia

Pondasi filosofi bermain

Memang belum ada prestasi yang diberikan Luis Milla untuk Timnas Indonesia. Belum ada skor besar yang dihasilkan seperti di jaman kepelatihan Peter Withe, Ivan Kolev di Piala Asia 2007, atau tiga periode Alfred Riedl bersama skuat Garuda.

Tetapi ada satu aspek yang menjadi pencapaian bagus Luis Milla, yang tidak kasat mata tapi sangat berpengaruh bagi masa depan timnas Indonesia. Itu adalah pembentukan kerangka tim dan filosofi bermain, yang membuat timnas Indonesia memiliki kejelasan dalam pola permainan.

Luis Milla telah melakukannya sejak menangani Timnas U-23 di SEA Games 2017. Pola permainan Indonesia mulai rapi dengan skema yang jelas, dan tensi tinggi yang biasanya melekat dalam diri pemain kali ini tidak terlalu terlihat.

Timnas Indonesia berfoto bersama sebelum bertanding melawan tim sepak bola Uni Emirat Arab pada babak 16 besar pada Asian Games 2018 di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Jawa Barat, Jumat (24/8). (ANTARA FOTO/INASGOC/Djuli Pamungkas)

Berganti tahun, wajah timnas Indonesia juga ikut berubah. Terutama berubah menjadi tim dengan mentalitas tahan banting. Indonesia bukan lagi tim yang setelah kebobolan sekali semangatnya langsung loyo.

Buktinya bisa terlihat dari statistik di ajang Asian Games 2018. Selama babak penyisihan Grup A, Timnas Indonesia U-23 hampir selalu mampu mencetak gol di babak kedua. Dari empat laga hanya ketika lawan Palestina, skuat Garuda Muda kalah.

Mampu memaksimalkan potensi pemain

Bisa dibilang Luis Milla adalah pelatih yang cukup berani bereksperimen selama membesut skuat Garuda Muda.

Sebut saja nama Septian David Maulana. Penggawa Mitra Kukar ini menjelma jadi gelandang berbahaya semenjak dipoles Luis Milla. Di bawah asuhannya, Septian David Maulana yang mulanya berposisi sebagai gelandang sayap dipindah sebagai gelandang serang. Alasannya tak lain melihat pergerakannya yang dinamis baik saat menguasai bola maupun tidak.

Walhasil, di ajang SEA Games 2018, pemain asal Semarang ini mampu jadi kunci bagi kemenangan Timnas Indonesia U-23 ketika kesulitan mencetak gol ke gawang lawan.

Selain itu ada pula nama Evan Dimas Darmono. Pemain yang tampil trengginas sebagai gelandang serang di era Timnas U-19 besutan Indra Sjafri ini secara berani diubah oleh Milla sebagai gelandang bertahan.

Pemain timnas Indonesia U-23 Evan Dimas (6) saat mengamankan bola dari pemain pemain Taiwan Hungwei Chen (13) pada pertandingan Grup A Asian Games ke-18 di Stadion Patriot, Bekasi Minggu (12/8). (ANTARA/INASGOC/Charlie)

Meski tak seproduktif kala bersama Timnas U-19, tetapi Evan Dimas sukses jadi sosok deep lying playmaker. Bahkan di ajang Asian Games 2018, pemain yang kini berseragam Selangor FC itu membukukan statistik yang tak kalah gemilang dibanding rekan-rekannya.

Dari data statistik yang dilansir dari Labbola, Evan Dimas mampu melepaskan 49 operan dengan rincian 43 operan tepat sasaran atau sekitar 87 persen saat menghadapi China Taipe dan menerima total 72 operan serta membukukan 78 operan sukses kala menghadapi Laos. Angka ini tertinggi dalam laga tersebut.

Tak hanya itu, sebagai penyeimbang Evan Dimas juga mampu mencatatkan 4 tekel dengan 3 sukses dan satu interception dan clearance. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding Hansamu Yama.

Di laga kontra Laos, Evan Dimas bahkan mampu mencatatkan tekel 6 dengan 5 sukses.

Dengan kemampuannya yang krusial itu, banyak yang kemudian menduga bahwa kekalahan atas Palestina di laga kedua Grup A Asian Games 2018 dikarenakan ia tak diturunkan.

Cakap dalam membaca permainan

Selama gelaran Asian Games 2018, Timnas Indonesia seringkali kesulitan untuk membongkar pertahanan lawan terutama di babak pertama. Bahkan Evan Dimas dkk harus tertinggal lebih dulu sebelum akhirnya mampu membalikkan keadaan.

Situasi tersebut seperti kala Timnas Indonesia U-23 berhadapan dengan Uni Emirat Arab di fase gugur Asian Games 2018 lalu.

Sempat tertinggal di babak pertama tak membuat Penggawa Garuda Muda tertekan. Sebaliknya mereka menunjukkan kematangan mental, tetap bermain tenang menggeber strategi ofensif. Buktinya adalah sumbangsih gol Alberto Goncalves (menit 52') dan Stefano Lilipaly pada masa injury time (94').

Demi menambah daya dobrak Timnas Indonesia U-23, Luis Milla memasukkan sosok Septian David Maulana. Pemain Mitra Kukar ini dimasukkan bukan sebagai gelandang serang tetapi sebagai winger.

Septian David Maulana (Instagram/Galih)

Di saat bersamaan Milla juga menggeser posisi main winger ofensif Febri Haryadi sebagai bek sayap kiri.

Assist umpan diagonal Septian memperlihatkan kejelian Luis Milla melihat titik lemah sisi kanan pertahanan UEA. Gol kedua skenario taktiknya hampir mirip, crossing Saddil Ramdani dari sisi yang sama dimakan Lilipaly untuk kemudian berbuah gol.

Situasi sama juga terjadi pada laga terakhir penyisihan Grup A kontra Hong Kong. Sempat tertinggal 0-1 di paruh pertama. Luis Milla melakukan perubahan taktik kilat pada paruh kedua pertandingan.

Timnas Indonesia U-23 yang main dengan strategi melebar, bermain lebih ke tengah untuk membongkar pertahanan rapat Hong Kong. Hasilnya tiga gol sukses dilesakkan skuat Garuda Muda dan mengantar mereka jadi juara Grup A.

 

Load More