Irwan Febri Rialdi | Galih Priatmojo
Tan Malaka bersama klub sepakbola di Belanda (Twitter/@MataNajwa)

Bolatimes.com - Republik Indonesia tak terasa telah memasuki usia 77 tahun pada Rabu (17/8/2022). Kemerdekaan Indonesia pun tak bisa lepas dari peran segenap rakyat yang memiliki perasaan sama ingin terbebas dari belenggu penjajahan.

Hampir sebagian besar elemen rakyat kala itu turut andil dan ambil bagian masing-masing dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu di antara yang ikut berjuang adalah para pesepakbola tanah air.

Berikut para pesepakbola tanah air yang ikut berjuang demi kemerdekaan Indonesia.

Tan Malaka

Bapak republik yang sempat terlupakan ini merupakan tokoh yang punya andil besar dalam kemerdekaan Indonesia. Buah pikirannya yang tertuang dalam karya-karya maestro seperti Madilog telah menginspirasi banyak kaum muda di masa perjuangan untuk bangkit dan melawan penjajahan.

Selain lewat buah pikiran, Tan yang dikenal sebagai petualang politik ini ternyata juga melakukan perjuangan merebut kemerdekaan lewat sepakbola.

Ya, Tan Malaka sejak kecil gemar bermain sepakbola. Ia pun pernah bergabung dengan klub profesional bernama Vlugheid Wint di Harleem, Belanda selama dua tahun (1914-1916).

Tan Malaka (dilingkari) bersama klub sepakbola di Belanda (Twitter/@MataNajwa)

Di klub Belanda itu, Tan memiliki posisi yang cukup prestisius. Ia didaulat sebagai penyerang. Kepiawaian Tan bermain sepakbola ternyata tak kalah dengan sepak terjangnya di panggung politik. Bahkan permainannya makin lihai jika tak mengenakan sepatu alias nyeker.

Kecintaanya terhadap sepak bola juga yang membuatnya jatuh sakit, ia terserang penyakit paru-paru karena tidak pernah mau bermain sepakbola dengan memakai jaket tebal saat musim dingin. Kebiasaan nyeker pun membuat kakinya sering didera cedera.

Saat kembali dari perantauannya di Belanda, sepakbola masih menjadi alat ia untuk berjuang. Pada saat menjadi pekerja dengan menjadi juru tulis romusha di Banten, tepatnya di daerah Bayah pada Juni 1943, ia menyamar dan dikenal luas dengan nama Ilyas Hussein.

Di sana Tan Malaka menjadi konseptor guna menghidupi gairah sepakbola dan sebagai hiburan bagi romusha yang bekerja di wilayah tersebut. Upaya itu dilakukan utamanya sebagai alat perjuangan.

Ia tak hanya menjadi konseptor tetapi juga membuatkan lapangan sepakbola untuk para romusha hingga ikut turun dan bermain bersama. Tak jarang, setelah pertandingan usai, ia pun sering mentraktir para pemain.

Tan Malaka juga memiliki tim sepakbola sendiri yang bernama Pantai Selatan. Tim tersebut bahkan pernah ikut turnamen regional. Tak hanya mengikut turnamen, tim sepakbola tersebut juga memiliki pekerjaan sampingan sebagai tim tonil yang sering mengkritik kebijakan pemerintahan Jepang saat itu.

Maulwi Saelan

Maulwi Saelan adalah salah satu pesepakbola Indonesia yang sukses dalam karier olahraga. Bersama timnas Indonesia ia berkontribusi besar untuk membawa timnas melaju ke semi final Asian Games 1954, dan meraih medali perunggu di Asian Games 1958.

Pemain kelahiran Makassar, 8 Agustus 1928 ini bermain di posisi penjaga gawang. Penampilan monumentalnya terjadi di pertandingan Olimpiade Melbourne 1956. Kala itu, timnas Indonesia berhasil menahan gempuran Uni Soviet tanpa gol. Ia yang menjadi tembok terakhir timnas Indonesia berjuang mati-matian agar gawangnya tak kebobolan.

Maulwi Saelan (@KEMENPORA_RI)

Namun, sebelum masuk pada fase tersebut, Maulwi lebih dahulu mengangkat senjata untuk melawan agresi Belanda. Pada 1945, ia ikut dalam penyerbuan markas NICA di Makassar. Di situ, ia bertemu dengan Wolter Monginsdi, yang kelak menjadi pemimpin perlawanan di Makassar.

Ia pun meneruskan perjuangan ke Pulau Jawa dan bertempur di Malang Selatan. Setelah Konferensi Meja Bundar pada 1949, ia ditunjuk sebagai Wakil Komandan YON VII/CPM Makassar. Dalam karirnya sebagai pesepakbola, Saelan tak melepaskan pekerjaan kemiliterannya. Dia tetap aktif sebagai tentara.

Pada 1962 ia dimasukkan sebagai staf Resimen Tjakrabirawa sebuah pasukan pengamanan presiden. Pada 1966, Maulwi menjadi ajudan Sukarno hingga akhir hidupnya.

Soeratin Sosrosoegondo

Sosok yang dikenal sebagai bapaknya PSSI ini merupakan tokoh yang punya andil besar dalam perjalanan sepakbola Indonesia di masa perjuangan kemerdekaan.

Sejalan dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada 1928, Soeratin mencoba mengembangkan nasionalisme lewat olahraga. Dalam kongres Societit Hadiprojo, Yogyakarta, tujuh klub pribumi berembuk. Mereka adalah VIJ Jakarta, BIVB Bandung, IVBM Mangelang, Â MVB Makasar, SIVB Surabaya, VVB Solo, dan PSIM Yogyakarta. Soeratin menjabat sebagai ketua PSSI selama 10 tahun dalam periode 1930-1940.

Soeratin

Setelah itu, Soeratin pulang ke Bandung. Sayang, rumahnya sempat diobrak-abrik Belanda. Ia pernah aktif melawan Belanda dan bergabung Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Di TKR sendiri, Soeratin memiliki pangkat letnan kolonel dan bertugas sebagai kepala divisi persenjataan di Jawa Barat.

Pasca kemerdekaan di ditawari Soekarno untuk menjabat pejabat tinggi di Djawatan Kereta Api Indonesia, tapi ekonomi Soeratin semakin memburuk. Puncaknya, pada 1952 saat ia meninggal dunia. Kabarnya, ia meninggal karena tak mampu untuk membeli obat. Rumahnya pun hanya berdinding kayu di Jalan Lombok, Bandung.

Tidak ada yang tersisa kecuali perjuangannya untuk sepakbola Indonesia.

Load More