Irwan Febri Rialdi
Pelatih interim Manchester United, Ralf Rangnick jabat tangan dengan Cristiano Ronaldo dalam laga Liga Inggris kontra Crystal Palace di Old Trafford, Manchester, Minggu (5/12/2021) malam WIB. [PAUL ELLIS / AFP]

Bolatimes.com - Status bintang ternyata tak lantas menjamin bahwa pesepak bola bisa bermain dengan maksimal bersama klubnya. 

Apalagi jika pemain-pemain bintang ini baru saja pindah ke klub baru. Terkadang, adaptasi menyulitkan mereka untuk mampu nyetel dengan gaya dan taktik bermain klubnya tersebut.

Sejauh ini, ada beberapa pemain bintang yang justru gagal bersinar setelah pindah klub. Performa dan kontribusinya tak segarang di klub sebelumnya.

Salah satu penyebab utamanya yakni karena mereka tak bisa bermain sesuai dengan taktik tim pelatih di klub barunya tersebut.

Bahkan, tak jarang pemain-pemain ini justru menyulitkan tim pelatih untuk meracik strategi yang mumpuni karena terhambat oleh kehadiran pemain bintang ini.

Berikut Bolatimes.com menyajikan empatpesepak bola top dunia yang justru merepotkan pelatihnya untuk meracik strategi dan taktik.

1. Romelu Lukaku

Selebrasi penyerang Chelsea, Romelu Lukaku usai bobol gawang Brighton & Hove Albion dalam lanjutan Liga Inggris. (GLYN KIRK / AFP)

Harapan Chelsea untuk memperkuat sektor lini serang dengan membawa pulang Romelu Lukaku dari Inter Milan gagal membuahkan hasil.

Sebab, performa Romelu Lukaku bersama The Blues justru melempem. Dia tak setajam saat masih bermain di Serie A bersama I Nerazzurri.

Sejauh ini, striker timnas Belanda itu hanya mampu menyumbang empat gol dari total 11 penampilannya bersama tim asuhan Thomas Tuchel.

Salah satu penyebab dari buruknya performa Lukaku bersama Chelsea ialah gaya bermainnya yang kurang nyetel dengan taktik tim pelatih.

Selain itu, Lukaku juga minim melakukan pergerakan tanpa bola. Sehingga, rekan-rekannya sulit menciptakan peluang di sektor lini serang.

Beberapa pemain di sektor lini depan yang bisa beradaptasi dengan gaya permainan Chelsea ialah Mason Mount dan Timo Werner.

2. Paul Pogba

Paul Pogba berduel dengan pemain Everton pada laga pekan ke-7 Liga Inggris. (Oli SCARFF / AFP)

Manchester United harus mengeluarkan dana besar untuk memulangkan pemain bintangnya, Paul Pogba, dari Juventus.

Namun, biaya mahal yang dibayar oleh Setan Merah tak sepadan dengan performa Paul Pogba di atas lapangan.

Sebab, pemain timnas Prancis itu dianggap kurang oke dalam aspek kesadaran spasialnya saat mengisi sektor tengah.

Ketika Pogba bermain, hal ini berarti bahwa sektor lini tengah Manchester United rentan ditusuk oleh lawan karena ia tak punya transisi yang efektif saat kembali bertahan.

Sehingga, ada satu lubang yang bisa dieksploitasi lawan karena Pogba jarang melakukan back-up saat timnya membangun transisi bertahan.

3.Cristiano Ronaldo

Ekspresi kekecewaan Cristiano Ronaldo usai Manchester United kalah dari Wolves. (PAUL ELLIS / AFP)

Cristiano Ronaldo memang menjadi salah satu mesin gol Manchester United di musim ini. Sejak direkrut pada awal musim, Setan Merah bisa mendapat bantuan CR7 untuk menjebol gawang lawan.

Namun, Cristiano Ronaldo tampaknya kurang maksimal ketika Manchester United menerapkan skema pressing yang ketat.

Apabila kapten timnas Portugal itu tak berpartisipasi dalam menekan pemain lawan, maka MU akan kesulitan untuk membangun organisasi pertahanan.

Apalagi, di sisi ofensif, Ronaldo lebih sering mengisi sektor ujung tombak. Artinya, dia selalu menempati area kotak penalti lawan.

Kondisi ini menyulitkan penyerang-penyerang lain seperti Marcus Rashford dan Mason Greenwood untuk saling mengisi ruang kosong.

Alhasil, fleksibilitas di lini serang tim Setan Merah kini menjadi kaku karena gaya bermain CR7 tak secair dulu.

4. Lionel Messi 

Aksi Lionel Messi saat Paris Saint-Germain ditahan imbang Nice 0-0. (ANNE-CHRISTINE POUJOULAT / AFP)

Semenjak meninggalkan Barcelona dan bergabung ke Paris Saint-Germain, performa Lionel Messi tak kunjung memperlihatkan tanda-tanda optimal.

Sebab, Messi yang pernah menjadi mesin gol andalan Barcelona kini justru melempem bersama klub raksasa Prancis.

Selain itu, kapten timnas Argentina ini juga kurang efektif ketika diminta tim pelatih yang dipimpin Mauricio Pochettino untuk ikut membantu pertahanan.
Sebab, Messi yang kini telah berusia 34 tahun sudah tak bisa bermain ngotot seperti ketika masa mudanya bersama Barcelona.

Oleh sebab itu, Messi tak bisa menerapkan skema pressing apabila timnya berupaya menghentikan upaya serangan lawan atau saat membangun transisi defensif.

Kontributor: Muh Adif Setyawan
Load More