Galih Priatmojo
Bella Guttman/ Dok. Dailymail

Bolatimes.com - Kalkulasi dan strategi menjadi dua elemen penting dalam sepak bola. Meski begitu, perlu ditegaskan bahwa memainkan si kulit bundar bukanlah seperti praktek berhitung dalam ilmu matematika.

Sekali lagi, sepak bola adalah keajaiban. Seperti halnya filosofi bola yang bulat, ia bisa menggelinding kemana saja dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi secara tak terduga.

Sebagai sesuatu yang ajaib, sepak bola seringkali tak terhindarkan dari mitos dan kutukan. Percaya atau tidak, meski tampak di luar nalar, kedua hal itu terjadi di sepak bola.

Baca Juga:
Gomez Tak Gentar dengan Keangkeran Markas Barito Putra

Salah satunya seperti yang menimpa Benfica. Klub asal Portugal ini konon dikabarkan tengah kena kutukan abadi. Disebut-sebut mulut mantan pelatih mereka Bella Guttman lah yang mengeluarkan kutukan itu.

Barangkali nama Bella Guttman terdengar awam bagi sebagian orang, tetapi tidak bagi fan Benfica. Bagi fan skuat berjuluk As Águias ini, Bella adalah pahlawan. Ia telah mengantarkan Benfica meraih kampium Liga Champions sebanyak dua kali yakni di edisi 1960/61 dan 1961/62.

Bella Guttman persembahkan dua trofi Piala Champions kepada Benfica edisi 1960-61 dan 1961-62/net

Tapi kejayaan itu tak berlangsung lama. Setelah periode emas itu, prestasi Benfica anjlok. Mereka bahkan sangat kesulitan mengulang sukses yang pernah dicapai di pentas Eropa.

Baca Juga:
Meski Sakit, Wilshere Ucapkan Terima Kasih Atas Kejujuran Emery

Musababnya ditengarai lantaran ucapan Bella yang sakit hati terhadap klub lantas melontarkan kutukan. Dilansir dari Goal, pelatih asal Hongaria itu memutuskan untuk hengkang dari Benfica lantaran klub tak mau memberikan bonus sesuai keinginannya setelah berhasil mengantarkan Benfica menjadi kampium di pentas Eropa. Bella angkat koper pada 1962 tepat setelah Benfica meraih trofi Champions untuk kali kedua.

Di saat itulah, Bella dengan penuh amarah disebut telah melontarkan kutukan bahwa Benfica tidak akan meraih kampium di pentas Eropa selama kurun 1 abad.

"Benfica tidak akan memenangkan Piala Eropa dalam 100 tahun dari sekarang," ucapnya kala itu.

Baca Juga:
8 Transformasi Kylian Mbappe, Pemain yang Menyamai Rekor Pele

Meski pernyataan itu diragukan keluar dari mulut Bella, nyatanya Benfica benar-benar seperti terjangkit sindrom aneh. Performa mereka tak pernah membaik dan senantiasa loyo tiap kali melakoni laga final di pentas Eropa.

Berdasarkan catatan, Benfica telah mencapai final Liga Champions sebanyak lima kali. Namun entah bagaimana, upaya mereka untuk merebut si Kuping Besar selalu kandas.

Di tahun 1963, bermain di Wembley Stadion, London, Benfica harus takluk dari AC Milan di partai final piala Champions setelah kalah 2-1. Dua tahun berikutnya, kembali Benfica mampu berlaga hingga ke partai final Piala Champions. Tetapi lagi-lagi upaya mereka untuk merengkuh si Kuping Besar untuk ketiga kalinya gagal setelah ditaklukkan Inter dengan skor 1-0.

Baca Juga:
Jelang Debutnya di Jepang, Torres dan Iniesta Dapat Hadiah

Pada edisi 1968, Stadion Wembley kembali jadi saksi kesialan Benfica setelah dihajar Manchester United di laga final Piala Champions dengan skor 4-1.

Selang 18 tahun, tepatnya di tahun 1988, Benfica kembali harus menelan pil pahit ketika berhasil mencapai laga final Piala Champions. Mereka dipaksa takluk oleh wakil Belanda, PSV Eindhoven lewat adu penalti dengan skor akhir 6-5 (0-0). Di tahun 1990, kesempatan revans gagal dimanfaatkan dengan baik ketika Benfica bersua kembali dengan AC Milan. Bentrok di Prater Stadium, Vienna, skuat Rossoneri berhasil menang tipis 1-0 atas Benfica.

AC Milan bersua Benfica di final Piala Champions pada edisi 1990. Untuk kali kedua Milan menang dari Benfica/net

Di Musim 2013, Benfica yang mencapai final Liga Europa gagal meraih trofi setelah ditaklukkan Chelsea lewat laga dramatis yang diakhiri dengan skor 2-1. Pemain asal Serbia, Branislav Ivanovic menjadi pahlawan kemenangan Chelsea setelah mampu mencetak gol di waktu injury time.

Untuk buang sial di tengah serangkaian kegagalan Benfica meraih kampium, manajemen meresmikan patung Bella Guttmann pada ulang tahun ke-110 klub. Patung Guttman yang tengah memeluk dua trofi Piala Champions tersebut ditempatkan di komplek Estadio Da Luz yang merupakan markas Benfica.

Tak sampai di situ, pada tahun 1990, salah satu pemain rekrutan Guttman, Eusibio hingga mendatangi kuburan sang pelatih di Wina. Namun kutukan pelatih yang telah meninggal pada 28 Agustus 1981 itu urung hilang setelah Benfica takluk dari AC Milan untuk kedua kalinya di final Piala Champions.

Sevilla bertemu Benfica di final Liga Europa 2016. Sayang sekali lagi Benfica harus menelan pil pahit setelah kalah adu penalti 4-2/net

Terakhir kali 2016 lalu, Benfica kembali kalah di laga final Liga Europa setelah ditaklukkan Sevilla dengan skor 4-2 melalui babak adu tos-tosan.

Sosok Guttmann sendiri dikenal sebagai karakter yang sangat kontroversial dan berwarna-warni. Dia selalu berusaha menjadi pusat perhatian dengan membuat keputusan dan pernyataan yang berani. Tidak seperti teman-temannya, keyakinannya adalah bahwa dia tidak boleh tinggal di tempat yang sama terlalu lama.

"Seorang pelatih bagaikan seorang penjinak singa. Dia mendominasi binatang selama dia menunjukkan rasa percaya diri dan tidak takut. Tapi ketika rasa takut pertama muncul di matanya, dia hilang," kata Guttmann dilansir dari thesefootballtimes.co.

Seperti ucapannya, Guttmann memang hampir tidak pernah menghabiskan bahkan dua tahun di klub yang sama. Ia menjadi seorang maverick kekal, mengkhianati atau dikhianati hampir setiap musim.

Dalam 22 tahun, pada periode 1945 hingga 1967, ia mengubah tim tidak kurang dari 18 kali. Setiap kali ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, dia hanya pergi ke proyek lain.

Salah satu contoh ketika ia pertama kali membidani klub Rumania, Ciocanul. Lantaran memiliki konsep yang tak sepaham dengan petinggi klub ia dengan segera meninggalkan skuatnya.

Yang paling aneh datang ketika AC Milan memutuskan untuk memecatnya pada tahun 1955. Padahal saat itu AC Milan tengah menikmati musim yang luar biasa.

"Saya telah dipecat, meskipun saya bukan seorang kriminal atau homoseksual," kata Guttmann kepada wartawan.

Meski dikenal nyentrik, Guttman merupakan pelatih yang cerdas. Lewat tangan dinginnya, FC Porto mampu memenangkan gelar liga pada 1959.

Tak berselang lama, Guttman hijrah ke musuh bebuyutan Porto yakni ke Benfica. Di sana ia berhasil mempersembahkan dua gelar bergengsi yakni trofi Piala Champions.

Benfica adalah satu-satunya tim dalam karir Guttmann yang ditinggali selama tiga musim.

Load More